Take your Joy

Vidi Aziz | Monday, 18 April 2022

Saya ingin membuat pengakuan: Dulu, saya adalah orang yang paling skeptikal terhadap konsep kebahagiaan.

Setiap kali saya mendapatkan kabar bahagia, saya selalu berpikir: “Kira-kira hal buruk apa yang akan terjadi setelah ini?”, “Kenapa saya berhak mendapatkan kebahagiaan ini?”, “Ah, ini mah kabar biasa aja. Gak penting banget.”

Pemikiran ini tidak hanya terjadi di kehidupan pribadi saya, tetapi saya bawa juga pemikiran ini ke dalam dunia profesional.

Ketika mendapatkan apresiasi dari klien atau kolega, saya berusaha melupakan hal tersebut dan menganggap apresiasi tersebut seperti angin lalu. Bisa jadi hal yang saya lakukan adalah sesuatu yang memberikan dampak positif untuk mereka. Karena dasarnya acuh terhadap apresiasi, sekali lagi, saya anggap pujian tersebut sebagai sesuatu yang remeh.

Contoh yang lain adalah, ketika sukses menempatkan kandidat yang tepat untuk klien, bukannya seharusnya saya bersyukur atas pencapaian ini, tetapi yang sering saya pikirkan adalah, “Gak akan terjadi hal buruk kan sama kandidat nantinya?”

2 tahun hidup beriringan dengan pandemi telah mengubah banyak hidup saya, salah satunya adalah pandangan saya terhadap konsep kebahagiaan. Ketika dunia sedang tidak baik-baik saja, salah satu cara untuk membuat hidup saya lebih sehat secara mental adalah dengan menerima kebahagiaan— sekecil apapun bentuknya—dan memegang erat kebahagiaan tersebut sebagai bentuk mekanisme pertahanan untuk melawan hal-hal yang buruk di luar sana.

Jika kita berbicara tentang konsep kebahagiaan, khususnya di dunia karir, kita selalu berpikir tentang sesuatu yang sifatnya besar dan intens, seperti kenaikan posisi dan remunerasi, kemenangan tender suatu proyek, pencapaian sales yang melebihi target.

Ya, mendapatkan kenaikan remunerasi pasti sangat membahagiakan. Tetapi, selama 2 tahun ini, saya mulai melatih otak saya untuk belajar menerima bentuk kebahagiaan yang sering kita lupakan. Contohnya: koneksi internet yang lancar saat kita harus memberikan presentasi secara online, ucapan selamat pagi yang dilengkapi dengan meme kocak melalui WhatsApp yang diberikan dari kolega kita, dan email instruksi pekerjaan dari bos yang sangat jelas dan komprehensif.

Perlahan-lahan saya mulai percaya hal ini: a little joy is still a joy.

Di akhir tulisan ini, pesan saya untuk pembaca tulisan ini ada 1:

Jika Anda memiliki pemikiran seperti saya yang dulu—selalu skeptis terhadap konsep kebahagiaan dan susah untuk menerima kebahagiaan—mulai sekarang jangan malu untuk menerima apapun kebahagiaan yang hadir di hidup Anda.

Always take your joy seriously—no matter how small that is. It's a gift.

Tag Label:

articles